WEIRD LOVE
Hari ini adalah hari paling membosankan menurut kamus hidupku. Ya, hari Senin. Aku adalah Lalita Putri, perempuan paling dingin di kelasku. Pelajaran yang sangat tidak aku suka berkumpul di hari ini. Matematika. Fisika, dan Sejarah. Semua pelajaran itu membuat kelopak mataku semakin berat saja setiap detiknya.
Di luar kelas, siswi-siswi sedang berbaris seperti sedang memerhatikan sesuatu yang amat menarik. Apakah itu? Memang ku dengar hair ini akan ada murid pindahan dari sekolah lain, Kata mereka yang sudah pernah bertemu, ia adalah laki-laki yang tampan, tinggi, berkulit bersih dan juga ramha. Lalu, apa ada masalah dengan itu semua? Mereka terlalu fanatik, batinku.
KRINGGG!!
Bel tanda masuk kelas pun berbunyi. Siswi-siswi yang tadinya di luar kelas berhamburan kembali duduk ke bangku mereka masing-masing. Tak lama, Bu Jeje, wali kelasku, masuk ke kelasku dan berdiri di depan kelas.
"Selamat pagi, anak-anak. Maaf Ibu menyita waktu kalian sebentar saja. Ibu hanya ingin mengantar siswa pindahan ke kelas kita, langsung saja Ibu persilahkan ia masuk.", lalu Bu Jeje memberi isyarat kepada siswa itu untuk memasuki ruangan. Dan kau tahu apa? Teman-teman operempuanku semuanya menjerit histeris karena murid baru itu. Aku hanya memasang muka heran, dia tak ada bedanya dengan laki-laki yang ada di kelasku. Lalu, ia mulai memperkenalkan dirinya.
"Selamat pagi, teman-teman. Perkenalkan, saya Febrian Putra atauu bisa dipanggil dengan Rian. Saya murid pindahan dari SMA 63 Jakarta Barat. Terimakasih."
"Baiklah, Rian. Silahkan duduk di bangku dekat dengan wanita berkuncir kuda di nelakang sana.", ujar Bu Jeje sembari menunjuk kearahku. Hah? Jangan bilang dia akan duduk bersebelahan denganku, batinku. Dengan langkah perlahan ia menuju kearahku, lalu menaruh tasnya di atas meja sebelahku. Aku hanya memandanginya dengan wajah tak percaya, bisa-bisanya murid baru ini dibiarkan duduk denganku. Dia pikir dia siapa? Padahal selama ini aku tak pernah mau duduk bersebelahan dengan siapapun, karena itu bisa menggangguku dalam hal apapun. Dia duduk dan membalas tatapanku, aku hanya melengos.
"Terimakasih atas waktunya, silahkan lanjutkan pelajaran kalian. Selamat pagi.". Bu Jeje pergi meninggalkan kelas, dan digantikan oleh guru Matematika, Pak Suryo. Baru saja masuk, ia menyuruh untuk mengerjakan soal yang ada di buku penunjang. Dengan malas aku membuka bukuku dan mulai mengunyah permen karet yang baru aku ambil dari bungkusnya.
"Hei, permisi. Maukah kau untuk berbagi buku itu denganku? Aku belum mendapatkani buku satupun dari sekolah ini.", bisik murid baru itu, maksudku Rian kepadaku. Aku hanya menolehnya sebentar, lalu menyerahkan kepadanya buku itu seluruhnya. "Ambil saja, aku sedang tidak ingin menyentuhnya.", ujarku pelan padanya.
---
Bel istirahat pun berbunyi. Segera saja aku menuju kantin sekolah, tetapi murid baru itu menuguntitku sedari tadi. Aku berbalik dan bertanya dengan nada mengintrogasi, "Mau apa kau, murid baru? Kau mau nyopet, ya?", lalu ia menjawab, "Aku hanya ingin mempunyai teman. Mereka semua menyerbuku dan mengejar-ngejarku. Aku denganmu saja, kupikir itu lebih aman.", ujarnya dengan nada bergetar. Geez, dia ini laki-laki atau apa, mengapa begitu takut hanya dengan masalah ini.
"Teman-teman, kita dapat tugas Bahasa Indonesia dari Bu Nadine untuk minggu depan. Tugasnya adalah membuat pusi, maksimal 5 puisi. Dan ini dikerjakan berkelompok satu bangku. Apakah sudah jelas? Baik, terimakasih.", ketua kelasku memberi informasi itu. Dan yang paling menyebalkan, aku akan berkelompok dengan Si Cengeng yang di idolakan teman-temanku itu. Ya ampun, aku agak sangsi dia bisa mengerjakan tugas ini denganku.
"Kau, datanglah ke rumahku, Perumahan Mediterania, Sabtu sore. Jangan telat! Ingat itu.", ancamku pada Rian.
---
15.00
"Litaaa! Bangunlah, Nak! Temanku sudah datang!", teriak Mamaku dari lantai bawah. Aku menarik kembali selimutku, lalu ku intip jam di dinding kamarku. Astaga! Aku ada janji mengerjakan tugas kelompok dengan Si Cengeng itu! Sekilat mungkin aku mandi dan mengganti pakaianku. Dan dengan tergesa aku turun dari lantai atas. Dari kejauhan aku melihat sosok laki-laki itu di ruang tamu.
"Maaf, aku terlalu lelah. Jadi aku tidur terlalu le-", tiba-tiba ucapanku terhenti di tenggorokan ketika tak sengaja aku memandang kearah Ria. Astaga, ia sangat berbeda dengan tampilannya di sekolah yang terlihat cupu. Kaos biru langit yang di tutup oleh jaket kotak-kotak, sepatu Converse, rambut acak-acakan tapi terlihat modis. Dan sekarang aku tahu mengapa teman-temanku menyukainya.
"Lit? Hei, apa ada masalah?.", tanyanya heran sambil melambai-ambaikan tangannya di depanku.
"Oh, eh, emmm tidak, tidak ada apa-apa. Nggg, langsung saja kita mulai mencari tugas ini. aku sudah bawakan buku-buku referensi milik kakakku. Kau cari di buku, lalu aku akan mencari di internet.", aku mengatakannya dengan sedikit tergugup-gugup. Sial kau! Kau tidak boleh menyukai laki-laki ini, bodoh! Abaikan saja dia, Lita. Anggap saja dia orang frustasi yang tidak punya tujuan hidup. Lupakan, lupakan!
"Eh, Lit. Aku udah nemu beberapa, nih. di kumpulin dulu atau langsung ditulis ulang nih?", tanyanya sambil terus terpaku pada buku puisi itu. Mengapa wajahnya semakin tampan waktu ia sedang membaca? Sial sial sialll! Kau membencinya, kau harus ingat itu. Kau membenci Si Cengeng itu!
17.30
"Lit, aku pulang ya. Udah mau malem nih."
"Oke, eh tapi sebelumnya...", aku menggantung perkataanku.
"Apa, Lit?", tanyanya dengan wajah penasaran.
"Kamu...udah punya pa..carr?", tanyaku dengan ragu-ragu. Secepat kilat aku menoleh kebelakang lalu menepuk keningku sendiri. Betapa bodohnya aku.
"Hah? Kenapa kamu tanya ini, Lit?"
"Oh, emm gak papa kok. Cuma tanya aja, haha.", ujarku dengan senyuman terpaksa.
"Sebenarnya sih aku sudah punya pacar, Lit. Kita sudah hampir 3 tahun berhubungan. Orangtua kami juga sudah setuju dengan hubungan kami...", jelasnya. Deg! Seolah-olah ada tombak menusuk di ulu hati. Tiba-tiba aku merasa pusing, dan akhirnya aku jatuh...
BUKK!!
Rasanya seperti aku baru saja jatuh dari tempat yang tinggi. Hei, ini kamarku. Bahkan aku masih memakai baju rumah. Lalu, aku dan Rian? Aku menepuk-nepuk pipiku dengan sangat keras, dan terasa sakit. Rupanya itu tadi hanya mimpi. Fiuhh, syukurlah. Lalu Mamaku berteriak dari lantai bawah. Tidak, kejadian ini sam seperti di mimpiku tadi. TIDAAAAKKKKK!!
TAMAT
heii, thanks ya udah mau baca. ya walaupun gue gtau ini bakal jadi cerpen atau pantesnya jadi cerbung wehehe.maafkan aku ya kawan hihi. masuk akal gak? hehe, kayanya sih kepanjangan yaa. ini yang muncul di otak gue tulissss semua. jd kesannya trlalu pjg._. tapi tak apalahhh aku hanya manusia biasa haha. thanks for reading, guys. see you for the next story ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar